“dinner? gak ah, gue gak mau dinner malam ini.”

Kata-kata itu sering keluar dari mulut gue. Dinner merupakan sebuah hal yang sangat gue hindari. Ya gue akui, gue adalah salah satu dari sekian banyak orang penganut diet keras. Gue bukan orang yang berbadan kecil mungil, tulang-tulang gue emang sedikit lebih besar. Waktu SMA, dengan tinggi gue 163 cm berat badan gue sekitar 54-55 kg. Setelah masuk kuliah, timbangan gue langung ngelunjak jadi 59 kg. Gue sendiri kaget melihat jarum timbangan di klinik dormitory (waktu kuliah kampus gue menyediakan dormitory untuk semua mahasiswanya). Percaya atau tidak, itu faktanya. Mau gak mau, terima kenyataanya.

Sejak hari itu, gue berusaha diet mati-matian. Gue langsung googling macam-macam diet yang dapat membantu gue. Salah satunya, gue coba detox, cara diet yang hanya minum jus. Hasilnya, gak kuat pemirsahh. Baru hari kedua gue gagal. Gue coba food combining. Ini mendingan, karena gue bisa makan 4 kali sehari, tetapi tidak boleh mencampur karbo (tidak boleh nasi) dan protein. Gue harus atur pola makan gue, misalnya karbo, karbo, protein, protein. Ini gue jalankan selama 1 minggu dikombinasikan dengan olahraga. Hasilnya, cukup memuaskan, gue turun sekitar 3 kg. Setelah seminggu, gue gak kuat menahan rayuan nasi goreng gila. Ya sudah sampai di situ perjuangan food combining gue. Setelah itu, masih banyak perjuangan-perjuangan diet yang gue lakukan. Cuma tetep aja, setelah satu metode selesai gue terapkan dan gue memberi sedikit kelonggaran pada diri gue sendiri, timbangan gue naik lagi. Memang kunci diet itu bukan mengenai metode apa yang diterapkan, tetapi mengenai komitmen dan endurance kita. Alhasil timbangan gue berhenti di 56-57 kg.

Tapi itu duluuuu…

Eits, jangan buru-buru punya asumsi kalau gue lagi promosi OCD, metode diet Deddy Corbuzier yang lagi happening saat ini. Gak, sama sekali gak. Sebaliknya, saat ini gue tidak menjalankan metode diet apapun, tidak mengkonsumsi obat atau susu diet apapun. Tapi hebatnya, timbangan gue saat ini malah turun ke 52 kg (menurut timbangan di rumah gue). Banyak temen-temen gue yang bilang, ndhy sekarang kurusan ya! Banyak yang nanya, ndhy pake apa? Gue pengen share sedikit tentang hal ini.

Hal ini bermula dari pacar gue, Iyos. Pria ini berhasil mengubah prioritas gue. Suatu kali dia membahas tentang kenapa gue sampe segitunya mau diet, sampe segitunya nahan lapar dan gak makan-makan. Padahal efek gue diet jelas tidak lebih membahagiakan buat gue, bahkan dia. Emang keliatan kurusan, tapi gue jadi lebih rentan terhadap penyakit. Plus harus ada biaya tak terduga untuk membeli obat-obatan yang seharusnya tidak diperlukan. Setelah sesi obrolan yang cukup panjang, dia berhasil membuat gue memilih untuk lebih mementingkan kesehatan, daripada penampilan, atau kesenangan. Dari pilihan itu, gue pun membuat sebuah komitmen.

Komitmen yang simple.

Berhenti ngemil.

Gue tetep makan 3 kali sehari,

tanpa ada aturan harus makan apa aja,

tanpa ada aturan skip jam makan apa saja, atau

tanpa ada aturan harus berhenti makan di jam berapa aja.

Dan sampai saat ini gue masih memegang komitmen itu.

Gue dengan sengaja tidak membeli cemilan, sesehat apapun iklan cemilan tersebut di TV. Gue sendiri gak menyangka efek yang dibawa oleh komitmen gue ini. Ternyata kebiasaan ngemil ini yang seharusnya gue hentikan sejak dulu. Emang sering kali kita bergumam pada diri sendiri, “kenapa gak dari dulu aja ya kayak gitu”. Toh, ternyata gue bisa. Gue bisa berhenti ngemil kalau gue mau. Mungkin banyak orang di luar sana yang punya kebiasaan ngemil seperti gue dulu dan bermasalah dengan berat badannya. Gue ingin bilang, menjalankan komitmen untuk berhenti ngemil itu tidak sulit selama kita mau, karena sesungguhnya kita bisa kok. And now, I’m much more happier than back then, I am.

PS. thanks for you, who makes my every dinner more than enjoyable. Let’s have Paulaner!

Our favorite menu
Our favorite menu

 

2 thoughts on “,,dinner? yes, please,,

Leave a reply to yosuakristianto Cancel reply